Senin, 27 Juli 2009

HIGH CONSERVATION VALUE FOREST


IDENTIFIKASI KAWASAN BERNILAI TINGGI


Kawasan hutan yang mempunyai nilai konservasi tinggi adalah sebuah kawasan secara global , regional, atau nasional yang berisi konsentrasi yang signifikan nilai nilai ke aneka ragaman hayatinya. Kawasan ini terbagi dalam strata nilai konservasi tinggi dimana semuanya menyangkut aspek lingkungan, sosial, keamanan,kelestarian hasil dan finansial serta aspek lain
Penilaian Kawasan Bernilai Konservasi tinggi ( KBKT ) di kawasan hutan Kesatuan Pemangkuan Hutan Randublatung dilakukan bersama oleh Perhutani, lembaga Tropical Forest Trust, masyarakat desa hutan, serta instansi terkait dengan masalah lingkungan, metode yang digunakan adalah Proforest Tollkit yaitu konsultasi dengan masyarakat desa hutan menggunakan pola perencanaan konservasi secara partisipatif, sedangkan konsultasi pada aspek lingkungan hidup dilakukan untuk mengidentifikasi masalah lingkungan hidup melalui sistim perencanaan konservasi situs – situs yang ada dalam kawasan hutan , hal tersebut dilakukan untuk menyusun strategi dan monitoring pengelolaan kawasan bernilai tinggi. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut tentang keberadan KBKT diwilayah kawasan hutan KPH Randublatung ditemukan beberapa lokasi dengan nilai konservasi tinggi,ada beberapa kriteria yang dinilai terkait dengan adanya kawasan NKT tersebut diantaranya
Nilai Konservasi Tinggi 1
Meliputi kawasan hutan secara global, regional atau nasional berisi konsentrasi yang signifikan nilai-nilai keanekaragaman hayati (contoh : spesies endemis, langka, refugia).
Selain itu unit managemen juga mempunyai kawasan lindung berupa kawasan Suaka alam , hutan lindung dan cagar alam yang ada di KPH Randublatung yang meliputi
Cagar Alam Bekutuk yang mempunyai luas 25,4 Ha, pada saat ini keseluruhan areal merupakan cagar alam dengan penutupan kawasan berupa vegetasi hutan alam jati. Kewenangan pengelolaan Cagar Alam berada di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Departemen Kehutanan berdasarkan surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.79/Menhut-II/2004 tentang Penetapan Kawasan Hutan Bekutuk Seluas 254.000 (dua ratus lima puluh empat ribu) meter persegi pada Bagian Hutan ( BH ) Bekutuk Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Randublatung Kabupaten Blora sebagai Kawasan Hutan Tetap Dengan Fungsi Cagar Alam.
Cagar Alam Bekutuk merupakan Kawasan hutan lindung yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Menurut atribut NKT kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan Hutan Lindung merupakan kawasan yang memiliki nilai Nilai konservasi tinggi
Pengelolaan Cagar Alam Bekutuk berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam, namun untuk mendukung pengelolaan ekosistemnya KPH Randublatung menetapkan zona penyangga seluas 331,3 ha. Zona penyangga tersebut adalah Hutan alam sekunder (HAS) Bekutuk. HAS Bekutuk kondisi saat ini vegetasinya masih didominasi oleh tegakan jati. HAS Bekutuk merupakan hutan yang akan dibentuk menjadi hutan alam dengan dilakukan kegiatan pengkayaan jenis secara bertahap. HAS bekutuk juga merupakan habitat untuk spesies interest KPH Randublatung (Elang Bido, Biawak dan Merak). HAS Bekutuk merupakan kawasan hutan yang menjadi kawasan penyangga Cagar Alam. kawasan yang menjadi penyangga untuk kawasan lindung yang ditetapkan oleh pemerintah merupakan kawasan yang memiliki nilai konservasi tinggi
Kawasan Sumber Lumpur Kesongo
Sumber Lumpur Kesongo merupakan kawasan hutan seluas 105,9 ha dengan kekhasan dan keunikan perpaduan hamparan hutan rawa tentatif 16,0 ha dan savana 79,9 ha serta sumber lumpur 10,0 ha. Kawasan tersebut juga merupakan sarang 19 jenis aves sehingga perlu adanya perlindungan aves migran antara lain burung Kuntul Putih (Bulbucus ibis), Bangau Tongtong (Leptotilos javanicus), Belibis Batu (Dendrocygna javanica), Bambangan Merah (Ixopbrychus cinnamomeus) dan Cangak Merah (Ardea purpurea). KPH Randublatung juga menetapkan zone penyangga kawasan ini seluas 672,9 ha. Kawasan Sumber Lumpur Kesongo merupakan daerah migrasi burung air.
Savana Kesongo, Rawa Kesongo dan Lumpur Kesongo merupakan kawasan ekosistem alami dengan garis batas yang tidak terputus (berkesinambungan) sehingga termasuk dalam kategori NKT




Nilai KonservasiTinggi 2
Kawasan hutan secara global, regional atau nasional berisi lanskap hutan yang luas, berada di dalam, atau unit managemen berada didalamnya, dimana populasi yang tumbuh didalamnya kebanyakan atau jika tidak semuanya merupakan spesies alami dengan penyebaran dan kelimpahan pola alami. Dalam nasalah ini yang menjadi sasaran identifikasi adalah masalah jenis dan fisiologi tanah, batuan, hidroklimatologi, bentuk lahan, tanah dan organisme serta keterkaitan antara faktor-faktor ini. Suatu sistem lahan tidak unik untuk satu tempat tertentu tetapi dapat terulang di tempat lain jika terdapat kombinasi tertentu dari ciri-ciri tersebut. Sistem lahan yang serupa dapat dikelompokkan dengan berbagai cara untuk menghasilkan ‘tipe fisiografis’ dan ‘wilayah fisiografis’. Jawa dan Bali dapat dibagi menjadi empat wilayah fisiografis utama, dimana sistem lahan tertentu dapat dijumpai diantara keempat wilayah itu. Bagian-bagian dari keempat wilayah tersebut dijumpai di tiga propinsi utama Jawa, tetapi hanya dua yang terdapat di Bali (Whitten T. Et all 1999).
Dataran dan Kaki Bukit Utara luas 22.226 km2 terbentang dari Pulau Panaitan dan Semenjanung Ujung Kulon dan ujung paling Barat dari Jawa ke Madura dan area daerah dekat Pulau Kangean di sebelah Timur. Pulau Karimunjawa, Bawean dan Kangean termasuk dalam wilayah ini. Batas di bagian Selatan adalah di Wilayah Gunung Berapi Tengah bertepatan dengan wilayah dimana perubahan dari bukit dan dataran yang terbelah melalui sedimentasi batuan menjadi lembah yang melingkar dan pola dari kerucut-kerucut vulkanis.
Perum Perhutani KPH Randublatung termasuk dalam wilayah fisiografis B Dataran Kaki Bukit Utara dan terletak dalam subwilayah B6 Kaki Bukit Kendeng dan subwilayah B7 dataran dan bukit karst Blora-Drajat. Luas KPH Randublatung 32.464,1 Ha sedangkan luas wilayah Dataran dan Kaki Bukit Utara luas 22.226 km2 atau setara 2.222.600 ha, sehingga secara proporsional luas KPH Randublatung terhadap luas wilayah fisiografis Dataran Kaki Bukit Utara hanya sebesar 1,46 %.
Mempertimbangkan (1) proporsi luas KPH Randublatung terhadap luas wilayah fisiografis dataran Kaki Bukit sangat kecil 1,46 % dan (2) kawasan hutan KPH-KPH Perum Perhutani yang berada pada wilayah fisiografis sama yang dikelola dengan tujuan pengelolaan yang sama tidak mengalami gradasi hutan dalam bentuk alih fungsi lahan, maka kawasan KPH Randublatung bukan merupakan KBKT ditinjau dari besarnya lanskap dan nilai-nilai keanekaragaman hayati yang ada didalamnya.

SPESIES INTERES

Spesies interes adalah spesies yang memiliki peranan ekosistem tertinggi, sehingga dengan melindungi species interest diharapkan spesies lain otomatis akan ikut terlindungi. Berdasarkan survey biodiversity telah ditetapkan 5 (lima) species interest yaitu :
Jelarang bilalang ( Ratufa affinis )
Merupakan sejenis bajing pohon dengan pola warna bervariasi, tubuh bagian atas biasanya gelap di tengah, bagian bawah pucat, yang hanya keluar dari sarangnya segera setelah fajar dan istirahat malam sebelum petang. Sarangnya biasanya dibuat pada tajuk pohon yang tinggi. Kawasan yang menjadi daerah habitat Jelarang bilarang adalah Kawasan Perlindungan Palsma Nuftah (KPPN) Banglean dengan luas 259,9 Ha.
Kuntul putih ( Bubulcus ibis )
Dilindungi oleh pemerintah melalui PP RI No 7 tahun 1999, dan mempunyai nilai umbrella index yang tinggi. Kawasan yang menjadi daerah habitat Kuntul Putih adalah Kawasan Sumber Lumpur dan HAS Kesongo dengan total luas 778,8 Ha.
Biawak ( Varanus salvator )
Mempunyai daerah sebaran yang lebih luas dan dalam konvensi CITES masuk dalam Appendix II. Kawasan yang menjadi daerah habitat Biawak adalah Kawasan Perlindungan Palsma Nuftah (KPPN) Banglean, Cagar Alam dan Hutan Alam Sekunder ( HAS) Bekutuk dan KPPN Randublatung dengan luas 816,0 Ha.
Merak Hijau (Pavo muticus )
Dilindungi oleh oleh pemerintah melalui UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam & Ekosistem, PP RI No 7 tahun 1999, dan mempunyai nilai umbrella index yang tinggi. Kawasan yang menjadi daerah habitat Merak Hijau adalah KPPN Banglean, CA dan HAS Bekutuk dan KPPN Randublatung dengan luas 816,0 Ha.
Elang bido ( Spilornis cheela )
Dilindungi oleh pemerintah melalui PP RI No 7 tahun 1999, dan mempunyai nilai umbrella index yang tinggi. Kawasan yang menjadi daerah habitat Elang Bido adalah KPPN Banglean, Cagar Alam dan HAS Bekutuk, Sumber Lumpur dan HAS Kesongo, Kawasan Curam dan KPPN Randublatung dengan luas 1.753,8 Ha.

Nilai Konservasi Tinggi 3.
Pada strata ini yang menjadi acuan adalah berupa ekosistim langka, terancam dan hampir punah salah satunya adalah savana kesongo
Savana adalah adalah komunitas tumbuhan yang berskala regional dan merupakan suatu komunitas antara. Struktur ekosistemnya tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang terbuka sehingga memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika populasi pohon mendominasi maka savana demikian disebut sebagai hutan savana. Sebaliknya jika kehadiran pohon tidak signifikan maka savana demikian adalah savana padang rumput (treeless savana). Pada kawasan Savana Kesongo seluas 79,9 Ha jumlah keberadaan pohon tidak signifikan sehingga savana yang terdapat dalam kawasan ini adalah merupakan savana padang rumput. Savana di Pulau Jawa termasuk dalam kategori ekosistemhampir punah . Dalam atribut KBKT, savana termasuk dalam kategori NKT
Nilai Konservasi Tinggi 4
Kawasan hutan dapat memberikan jasa alam dasar dalam kondisi kritis (contoh : perlindungan tata air, kontrol erosi). Dalam hal ini unit managemen hutan menyediakan pasokan utama kebutuhan air minum, didalam kawasan hutan KPH Randublatung, banyak terdapat mata air yang dapat digunakan oleh masyarakat sebagai sumber air minum, pengairan sawah dan untuk keperluan mandi dan cuci. Beberapa lokasi penting yang menjadi konsentrasi sumber air di kawasan KPH Randublatung sebanyak 7 mata air yaitu kawasan Sendang Wedok, Sendang Lanang, Sendang Kuwung, Sendang Salak, Mata Air Banyuasin, Sendang Apit dan Sendang Tutupan / Mata air Delok. Sumber air tersebut letaknya menyebar di wilayah KPH Randublatung dengan total luas mata air dan kawasan perlindungan disekitarnya seluas 57,8 ha.
1. Kawasan Sendang Wedok
Kawasan Sendang Wedok seluas 10,1 Ha terdiri dari Sumber Air Sendang Wedok seluas 0,1 Ha yang terdapat di Petak 68a RPH Sumengko BKPH Boto dan kawasan penyangga / KPS seluas 10,0 Ha. Masyarakat Desa Sumengko memanfaatkannya untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga lainnya. Secara umum air dari mata air ditampung dalam bak penampung dan kemudian dibangun jaringan saluran air permanen ke wilayah pedukuhan sekitarnya.
2. Kawasan Sendang Lanang
Sendang Lanang dengan luas 9,8 Ha (Sendang Lanang terletak di Petak 67c RPH Boto BKPH Boto seluas 0,1 Ha dan KPS seluas 9,7 Ha). Mata air Sendang Lanang digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga masyarakat Desa Sumengko.
3. Kawasan Sendang Kuwung
Sendang Kuwung terletak di Petak 123c RPH Menden BKPH Beran dengan luas 0,1 Ha dan KPS Sempadan Mata Air seluas 2,0 Ha (Total luas 2,1 Ha). Mata air Sendang Kuwung digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga masyarakat Desa Bodeh.
4. Kawasan Sendang Salak
Sendang Salak terletak di petak 123a RPH Trembes BKPH Temuireng dengan luas 10,1 Ha (Sendang seluas 0,1 Ha dan KPS seluas 10,0 Ha). Mata air Sendang Salak digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga Masyarakat Desa Doplang.
5. Kawasan Sendang Apit
Sendang Apit berada di Petak 14 RPH Sugih BKPH Boto dengan luas 0,1 Ha dan KPS seluas 6,7 Ha (Total luas 6,8 Ha). Mata air Sendang Apit digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga masyarakat Desa Kepoh.
6. Kawasan Mata Air Banyuasin / Sumur Uripan
Kawasan Mata air Banyuasin dengan luas 8,7 Ha (Mata air seluas 0,1 Ha terletak di Petak 22g RPH Banyuasin BKPH Ngliron dan KPS seluas 8,6 Ha). Mata air Banyuasin digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga masyarakat Desa Ngodo.
7. Kawasan Mata Air Delok / Sendang Tutupan
Kawasan mata air ini seluas 10,2 Ha (Sendang seluas 0,1 Ha berada di petak 51a RPH Delok BKPH Tanggel dan KPS seluas 10,1 Ha). Mata air tersebut digunakan untuk konsumsi air dan keperluan rumah tangga masyarakat Desa Tanggel.
Sumber-sumber mata air ini merupakan pemasok kebutuhan air masyarakat banyak dan bila mata air ini rusak tidak ada pengganti alternatif pasokan air lainnya, dan termasuk nilai konservasi tinggi (NKT)
Selain itu KPH Randublatung sebagai salah satu pengelola kawasan hutan juga menyelamatkan kawasan tangkapan air yang nmasuk dalam area daerah Aliran sungai (DAS ) Bengawan solo serta DAS Serang Adapun yang masuk dalam area DAS Bengawan solo adalah sub DAS Wulung 29.184,3 ha (91,5%) dan
Bila dilihat dari kondisi penutupan areal KPH Randublatung oleh vegetasi hutan, dan besarnya luasan penebangan tahunan dapat dipastikan bahwa kawasan KPH Randublatung tertutup oleh vegetasi hutan tanaman secara baik. Penutupan hutan ini membentuk mozaik hutan mulai dari KU I sampai dengan KU VII. Dalam kajian kelestarian hutan didapatkan ETAT luas lestari sebesar 369,7 Ha. Luasan ini setara dengan 1,1 % dari seluruh wilayah KPH Randublatung. Dengan pola pengelolaan hutan yang seperti ini akan menjaga kelangsungan fungsi hutan dalam penyangga tata air. Luas total KPS sempadan sungai di wilayah KPH Randublatung seluas 909,4 Ha.
Kawasan Sempadan sungai KPH Randublatung pada DAS Solo dan DAS Serang, memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas dan kontinuitas pasokan air untuk masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan KPH Randublatung sehingga memiliki nilai konservasi tinggi (NKT).

NILAI-NILAI SOSIAL
Dalam hal ini Perum Perhutani KPH Randublatung diwajibkan untuk menyumbangkan kawasan hutannya untuk kepentingan social bagi masyarakat sekitarnya, salah astunya adalah penyediaan kawasan yang merupakan sumber mata air, hal tersebut karena sumber mata air merupakan salah satu kebutuhan hidup bagi masyarakat yang tidak bisa ditawar, dan pada kawasan ini diperlakukan secara khusus sehingga keutuhan vegetasi sekitar mata air tersebut terjaga dan terpelihara secara baik
Disisi lain untuk ikut membantu peningkatan pendapatan masyarakat desa sekitar hutan Perhutani KPH randublatung juga mengajak masyarakat untuk membuat semacam wadah organisasi berupa lembaga masyarakat desa hutan ( LMDH ) yang dalam kiprahnya mereka dilibatkan untuk ikut bekerjasama mengelola kawasan hutan beserta potensi yang ada dudalamnya yang diikat dalam suatu perjanjian kerjasama Pengelolaan Hutan Bersama masyarakat ( PHBM ). Pada saat ini terdapat 34 desa model PHBM yang mengelola petak-petak pangkuan. Dengan petak-petak pangkuan yang luas diharapkan dapat memberikan dukungan kehidupan terhadap masyarakat sekitar. Nilai-nilai yang dianggap penting yaitu :
• Sistem tanam tumpangsari dan PLDT
Tumpangsari adalah sistem pengelolaan lahan paska tebang (penanaman). Perum Perhutani memberikan kontrak kerjasama dengan masyarakat untuk mengolah lahan dengan menanami tanaman pertanian dan tanaman kehutanan selama kurun waktu 3 tahun. Sedangkan PLDT adalah penggarapan lahan dalam kawasan hutan oleh kelompok masyarakat maupun perorangan dengan ijin dari pihak Perhutani yang tertuang dalam bentuk Surat Perjanjian. Kegiatan ini penting untuk pemenuhan kebutuhan pangan (karbohidrat) dan penguatan daya dukung pangan bagi kehidupan sekitar.
• Pemenuhan Kebutuhan Kayu Bakar
Kayu bakar merupakan bahan bakar utama dalam kegiatan rumah tangga bagi MDH. Hal tersebut dikarenakan lokasi sumber kayu bakar relatif dekat dan murah. Pemenuhan kebutuhan kayu bakar diperoleh dari kegiatan perencekan yaitu mengambil dahan dan atau ranting kering yang telah jatuh di tanah.
• Pemenuhan Kebutuhan Hijauan Makanan Ternak
Kegiatan beternak merupakan pekerjaan utama MDH setelah kegiatan pertanian. Dengan lebih memprioritaskan lahan bagi kegiatan pertanian dibandingkan sebagai lokasi untuk penanaman tanaman jenis pakan ternak, maka hampir sebagian besar pemenuhan hijaun makanan ternak dicukupi dari kawasan hutan di sekitar desa.

SITUS BUDAYA
Kawasan hutan memiliki identitas ( SITUS ) budaya tradisional (kawasan budaya, ekologi, ekonomi atau religi) diidentifikasi bersama masyarakat.Masyarakat sekitar hutan di wilayah KPH Randublatung tidak memiliki hak adat terhadap wilayah hutan. Menurut sejarah pengelolaan Jati, Perum Perhutani memiliki legalitas kepemilikan lahan hutan sejak pemerintahan Belanda di Indonesia. Situs-situs ini dalam konteks perlindungan areal sudah diidentifikasi, diberi tata batas secara permanen, dilindungi oleh management KPH Randublatung dan sudah diakomodasi oleh Prinsip sehingga masyarakat merasa dihargai dalam hal pelestarian adat istiadatnya terkait dengan adanya pengelolaan hutan yang dilakukan oleh Perhutani

1 Komentar:

Pada 21 September 2009 pukul 07.40 , Blogger Erwin mengatakan...

salam kenal
thanxs infonya utk HCVF, kami sedang mempelajari lebih lanjut mengenai HCVF dalam pengelolaan hutan utk annual assessement sertifikasi FSC Woodmark utk UMH kami di Probolinggo.

regards,
erwin

 

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda